DARI WALIYULLAH MENJADI WALI GILA
ANTARA TASAWUF DAN PSIKOLOGI
Pengertian Jadzb
Walī, dari bahasa arab, Wali Allah atau Walīyu 'llāh, dalam bahasa Arab berarti adalah 'seseorang yang dipercaya' atau 'pelindung', makna secara umum menjadi 'Teman Allah' dalam kalimat walīyu 'llāh. Al Qur'an menjelaskan Waliallah memiliki arti orang yang beriman dan bertakwa. “Ingatlah sesungguh wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yg beriman dan mereka selalu bertakwa.” (Yunus 10:62 - Al-Furqan dalam kitab Majmu’atut Tauhid hal. 339).
Wali merupakan sosok manusia yang sulit dipahami perilaku dan apa yang dikehendaki. Pada wali diberi anugerah oleh Allah berupa karomah, atau dalam bahasa disebut keramat .
Kata wali menurut al-Qusyayri, diartikan dengan dua pengertian, pertama: berbentuk fa’il dan bermakna fa’il (pelaku pekerjaan), dengan menggunakan arti mubalaghah (sangat menekankan). Dalam arti ini, wali berarti orang yang betul-betul selalu taat kepada perintah Allah tanpa disertai maksiat. Kedua: dapat berbentuk fa’il dengan arti maf’ul (orang yang dikehendaki pekerjaan). Dimana seorang wali selalu mendapat penjagaan dari Allah. Ini sesuai dengan al-Qur’an Surat al-A’raf [7]: 196, “dan Dia melindungi orang yang shalih.”
Dalam bahasa al-Hujwiri, arti yang pertama disebut al-murid (orang yang menghendaki Allah/aktif) dan arti yang kedua disebut al-murad (orang yang dikehendaki Allah/pasif).
Kata Jadzb berasal dari kata jadzaba, orang yang berarti menarik, memikat dan menawan. Dalam al-Qur’an , surat al-Syura: 13:
………..
Artinya: “……Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).
Dalam pengertian ulama’, diartikan tarikan ilahiyah pada sorang hamba yang Dia kehendaki, agar lebih dekat dengan-Nya, tanpa ada usaha dan susah payah. Dan orang yang mengalami jadzb disebut majdzub.
Jenis Jadzb itu sendiri ada yang muktasab (dapat diusahakan), yakni dengan mujahadah. Ini sangat berhubungan dengan perjalanan spiritual seorang dalam suluk. Jadzb ini dapat diperoleh dengan didahului/dibarengi dengan laku suluk yang melalui proses-proses alamiah (maqamat dan hal).
Dan jenis yang kedua adlah ghayr muktasab, tidak dapat diusahakan dengan perjuangan spiritual (mujahadah). Amatullah Armstrong menerangkan, Jadzb merupakan tarikan Ilahiyah yang dilakukan Allah terhadap pecinta-Nya, kepada diri-Nya, dengan Rahmat-Nya tanpa adanya usaha dan upaya yang menyebabkan keterpesonaan dan ekstase pada diri-Nya.
Menurut Titus Burckhardt, Jadzb merupakan sesuatu yang tidak ada batasannya (borderline cases), karena sangat dikuasai dan terpesona oleh daya tarik tuhan. Orang yang ter- Jadzb bakat mentalnya akan kacau, sehingga ia akan terlihat seperti orang yang “linglung” atau “gila” ketika berhadapan dengan Tuhan.
Jadzb dan Kesadaran Manusia
Dalam diri manusia terdapat qalb dan ruh. Keduanya sama-sama dapat mengakses alam empiris dan alam ghayb atau abstrak. Menurut al-Ghazali, kata qalb diartikan dua macam, daging khusus yang menjadi sumber nyawa, dan sesuatu yang halus (lathifah), yang pada diri manusia, yang bersifat ketuhanan dan kerohanian, yang mampu merasa, mengetahui, mengenal dan yang di¬-khithab-I, disiksa, serta dicari. Makna inilah, qalb sering disebut hakekat manusia (haqiqah al-insan).
Ruh menurut al-Ghozali, juga ada dua pengertian. Pertama: sesuatu yang halus (jins lathif), yang bersumber lubang hati jasmani, yang tersebar melalui urat-urat yang memanjang kesegala penjuru tubuh. Ruh kedua, diartikan sebagai sesuatu yang halus (al-lathifah), yang ada pada diri manusia. Dan makna inilah menurut al-Ghazali disebut makna qalb yang hakiki.
Javad Nurbakhsy menjelaskan, bahwa apabila perkembangan ruh pada jiwa manusia telah sempurna, maka jiwa akan sampai pada tingkat perkembangan kesadaran batin, sebagai tempat musyahadah (pandangan kontemplatif). Terbukanya (kasyf) sifat-sifat ilahiyah yang mengalir pada kesadaran batin, dari alam haqiqat Allah, dirasakan oleh Ruh. Inilah tempat realitas spiritual yang datang dari pengetahuan Allah.
Menurut Al-Ghozali, kesadaran hati manusia ada dua. Pertama yaitu kesadaran terhadap alam malakut (berhubungan dengan al-lawh al-mahfuzh dan alam malaikah). Alam ini hanya dapat dipelajari dengan penuh keyakinan, dengan mengangan-angan pada aja’ib al-ru’ya (keajaiban mimpi). Kedua, yaitu kesadaran terhadap alam empiris, maksudnya bahwa hati mampu memahami dan merespon terhadap semua informasi yang diberikan oleh panca indera.
Adapaun kesadaran hati terhadap alam empiris, maksudnya bahwa hati mampu memahami dan merespon terhadap semua informasi yang diberikan oleh panca indera.
Dan kesadaran manusia dalam istilah psikologi dikenal dengan istilah state of consciousness. Menurut psikologi kontemporer, bahwa semua kativitas yang dilakukan seseorang pasti mempunyai korelasi dengan kativitas otak. Lebih jauh lagi, Hans Berger, menjelaskan adanya hubungan antara gelombang otak (brain waves) dengan kesadaran manusia.
Bernard Spilka dkk, telah membuat sebuah table menarik berisi mode of consciousness (bentuk kesadaran) yang dikaitkan dengan frekuensi gelombang otak yang didapat melalui sebuah penelitian keasadaran manusia saat melakukan meditasi atau ibadah dengan menggunakan electroda.
Frekuensi Gelombang Otak Bentuk Consciousness
Beta (di atas 13 cps*) Pikiran masih aktif dengan mata terbuka yang berorientasi pada external world (dunia luar)
Alpha (8 hingga 12 cps) Santai, namun masih sadar. Mungkin mata tertutup dan berorientasi pada internal world (dunia dalam)
Theta (4 hingga 7 cps) Mengantuk dan merasakan mimpi yang berubah-ubah, bagai angan-angan yang mungkin terjadi.
Delta (hingga 4 cps) Tidur yang pulas. Seseorang mempunyai consciousness, meskipun ia tidak menyadari atau tidak sadar.
* cycles per second = putaran per menit
Kaitannya dengan masalah Jadzb, dimana pelakunya mendapat tarikan Ilahiyan, yang dapat memberikan tarikan ilahiyah secara langsung (mukasyafah), dan juga dapat menyebabkan hilangnya kesadaran, maka aktifitas jadzb, kesadarannya dapat dikatakan: bahwa bagi majdzub yang sadar, maka kesadaran alam hissi dan alam malakutnya sama-sama berfungsi. Berbeda dengan wali majdzub yang kehilangan kesadaran normalnya, ini alam malakutnya lebih mendominasi dalam kesadarannya.
Ref: Wali Sufi Gila, In'ammuzzahidin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar